- Hakim Mahkamah Syar'iyah di Aceh dalam putusannya boleh memilih jenis sanksi (‘uqubat) yang berbeda dengan sanksi ('uqubat) yang dituntut oleh jaksa penuntut umum dalam dakwaan terhadap suatu delik (jarimah} yang telah terbukti terhadap sanksi (‘uqubat) untuk suatu delik (jarimah) yang dirumuskan secara alternatif, misalnya cambuk atau denda atau kurungan. (SEMA No. 4 Tahun 2016 - C. Rumusan Hukum Kamar Agama Tahun 2016 angka 7. )
- Dasar penjatuhan hukuman atas jarimah zina. Penjatuhan 'uqubat hudud atas jarimah zina tidak cukup didasarkan dengan pengakuan semata, melainkan harus dikuatkan dengan sumpah terdakwa, sesuai dengan Pasal 38 Ayat (2) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat25 dan harus ada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut bebas, maka hakim dapat memutus menurut bukti clan keyakinannya. ( SEMA No. 03 Tahun 2018 - III. Rumusan Hukum Kamar Agama Tahun 2018 huruf C angka 1.).
- Dalam perkara jarimah pemerkosaan/ jarimah pelecehan seksual yang menjadi korbannya adalah anak, maka untuk menjamin perlindungan terhadap anak kepada Terdakwa harus dijatuhi uqubat ta’zir berupa penjara, sedangkan dalam hal pelaku jarimahnya adalah anak, maka uqubatnya mengikuti ketentuan Pasal 67 ayat 1 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat [1] dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. (SEMA No. 10 Tahun 2020 - C. Rumusan Hukum Kamar Agama Tahun 2020 angka 3 huruf b. )
- Terdakwa yang terbukti melakukan jarimah dengan ancaman uqubat hudud, maka uqubat tersebut tidak dapat diubah dengan hukuman ta'zir, kecuali hukuman ta'zir sebagai hukuman tambahan. (SEMA No. 1 Tahun 2022 - C. Rumusan Hukum Kamar Agama Tahun 2022 angka 4 huruf b.)